Kabupaten Tuban – Dugaan aktivitas penambangan batu bara dan pasir silika ilegal di Desa Ngepon, Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, bukan sekadar pelanggaran administratif. Ia adalah gambaran telanjang tentang bagaimana negara kalah di depan mata rakyatnya sendiri.
Meski berkali-kali diberitakan media, menjadi objek dumas, dan disebut oleh warga berlangsung secara terang-terangan, praktik ini diduga tetap berjalan tanpa penindakan tegas. Ini bukan masalah teknis, tetapi masalah politik hukum: apakah negara benar-benar hadir untuk menertibkan eksploitasi sumber daya alam, atau sekadar menjadi penonton yang membiarkan dugaan keuntungan pribadi mengalir ke segelintir pihak?.
Ketika Nama-Nama Lokal Mencuat, Publik Berhak Bertanya
Dalam diskursus publik, muncul nama Kepala Desa Ngepon, Mansur, serta nama Joko, Agung, dan Budi yang disebut berkaitan dengan aktivitas tambang. Mereka belum tentu bersalah, namun ketertutupan dan absennya klarifikasi membuat ruang spekulasi semakin lebar.
Tidak ada negara yang sehat membiarkan isu publik sebesar ini tanpa penjelasan otoritatif.
Jika memang aktivitas tersebut legal, mana dokumen IUP? Mana AMDAL? Mana RKAB? Siapa korporasi pemegang izin? Jika ilegal, mengapa dibiarkan?
Diam adalah pesan politik.
Jika aparat tidak bertindak, publik akan menyimpulkan bahwa hukum sedang dinegosiasikan.
Penegakan Hukum yang Selektif Adalah Diskriminasi
Dalam banyak kasus tambang ilegal di daerah lain, warga kecil yang menggali pasir dengan cangkul ditangkap cepat, sementara operasi dengan alat berat justru dibiarkan. Jika pola ini juga terjadi di Ngepon, maka penegakan hukum telah menjadi alat represi selektif, bukan instrumen keadilan.
Itu bukan hanya kelemahan teknis itu pengkhianatan terhadap konstitusi.
Di Mana Negara Ketika SDA Dijarah?
Tambang ilegal bukan hanya soal lubang galian dan truk angkut. Ini soal hilangnya:
-
Pendapatan negara dari pajak dan PNBP
-
Dana reklamasi lingkungan
-
Kewajiban pemulihan ekologis
Setiap ton mineral yang keluar tanpa izin adalah kehilangan pendapatan publik dan penjarahan kedaulatan ekonomi daerah.
Negara tidak boleh absen.
Mengikuti Jejak Uang: Kunci Pembongkaran
Penyelesaian kasus ini bukan sekadar menutup lokasi, tapi menelusuri aliran uang:
-
siapa membiayai alat berat,
-
siapa mengatur jalur distribusi,
-
siapa menjadi pembeli mineral,
-
siapa mendapat bagian.
Jika aliran dana sampai ke oknum kekuasaan, maka tambang ilegal berubah status menjadi korupsi SDA terstruktur.
Dan itu membutuhkan tindakan kelas berat: penyidikan, audit forensik, dan penindakan pidana.
Ini Ujian Politik Hukum di Tuban
Publik kini menunggu satu hal: apakah aparat berani bertindak?
Karena pada akhirnya, skandal tambang Ngepon bukan hanya tentang desa kecil di Tuban. Ini cermin nasional tentang bagaimana Indonesia memperlakukan kekayaan alamnya:
sebagai aset untuk dihormati, atau sebagai bancakan yang dibiarkan selama menguntungkan elite tertentu.
Penutup
Redaksi mengundang seluruh pihak yang disebut, termasuk Kades Mansur, Joko, Agung, dan Budi untuk memberikan klarifikasi resmi.
Negara kuat bukan karena punya pasal pidana, tetapi karena penegakan hukum tanpa kompromi. (Red)

